masukkan script iklan disini
Kesunyian sikap para anggota DPR RI dan DPD RI asal Sumatera Utara dalam menangani bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah kabupaten/kota di Sumut memicu kritik tajam dari Generasi Negarawan Indonesia (GNI).
Sekretaris Jenderal DPP GNI, Jonni Kenro Situmeang, S.Pd, menilai bahwa para wakil pusat yang berasal dari Sumatera Utara seolah kehilangan suara meskipun sudah memasuki hari ke-9 sejak musibah melanda.
“Di mana suara para wakil rakyat saat rakyat sangat membutuhkan? Apakah mereka lebih terikat kepada kepentingan pengusaha tambang, pemilik HGU, dan mafia tanah, daripada memperjuangkan keselamatan rakyatnya sendiri?” ujar Jonni dengan nada prihatin.
Menurutnya, diamnya wakil rakyat mencerminkan gagalnya tanggung jawab politik dan moral terhadap masyarakat yang telah memberikan mandat melalui suara pemilu.
Bencana Besar, Respons Politik Minim
Ratusan rumah hancur, akses logistik terputus, listrik padam berhari-hari, masyarakat bertahan dengan persediaan yang menipis — namun tak terlihat langkah nyata dari para legislator yang daerah pemilihannya mengalami dampak terdalam.
Jonni menyebut situasi ini sebagai “alarm keras” tentang buruknya komitmen kebangsaan sebagian elit politik.
“Jika di masa genting pun mereka abai, kapan lagi rakyat bisa berharap? Jangan hanya datang saat cari suara, lalu ketika bencana, pura-pura tuli,” tegasnya.
Isu Kepentingan yang Membungkam
Jonni menyebut Sumut sarat konflik kepentingan:
* Tambang emas & mineral
* Izin HGU skala besar
* Pembalakan hutan
* Penguasaan lahan adat
Aktivitas dan perizinan yang tidak terkendali selama ini turut berkontribusi pada kondisi ekologis yang rawan bencana, namun para politisi sering memilih diam.
“Kalau wakil rakyat takut bersuara karena sponsor politiknya adalah para pemilik modal, itu bukan hanya pengkhianatan mandat rakyat — tapi juga ancaman terhadap masa depan Sumut,” ujarnya.
Tuntutan GNI
GNI mendesak para anggota DPR/DPD RI asal Sumut untuk:
1. Turun langsung ke wilayah terdampak dan pastikan bantuan cepat tiba.
2. Bersuara keras di parlemen agar status dan anggaran penanganan bencana diperkuat.
3. Dorong evaluasi perizinan yang merusak lingkungan, terutama tambang dan HGU.
4. Lindungi tanah ulayat, tanah adat, dan ruang hidup masyarakat dari eksploitasi.
“Wakil rakyat bukan boneka kapital. Mereka adalah perisai rakyat. Jika mereka diam, rakyat akan terus menanggung bencana yang sama,” tambah Jonni.
Mengakhiri Pernyataan
GNI bersama masyarakat sipil akan terus mengawal gerak para legislator agar berpihak pada korban, bukan kepentingan korporasi._(RED/LM)
Tagar:
#BanjirSumatera #BanjirSumut #PeduliBencana #GNI #SuaraRakyat #StopPerampasanLahan #SaveHutanSumut




.png)
.png)






