Maklumat Tanah Ulayat di Amplas Selambo, Warga Tegaskan Kepemilikan Adat Kesultanan Deli
DELI SERDANG | 10 Oktober 2025 — Sebuah spanduk berukuran besar terpampang di kawasan Desa Amplas Selambo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, dan Desa Marindal II, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Spanduk tersebut berisi maklumat resmi dari lembaga adat dan tokoh masyarakat yang menegaskan bahwa tanah di wilayah tersebut merupakan bagian dari tanah ulayat Kesultanan Deli, bukan tanah negara ataupun tanah pribadi.
Maklumat tersebut mengutip Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, serta merujuk pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-IV yang menegaskan semangat keadilan sosial dan pengakuan terhadap keberadaan hukum adat di Indonesia.
Dalam isi maklumat tersebut tertulis:
“Tanah yang terletak di Desa Amplas Selambo Kecamatan Percut Sei Tuan dan Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang adalah milik Kesultanan Deli. Hal ini dibuktikan berdasarkan Akte Konsesi Amplas.”
Maklumat itu juga menegaskan bahwa pihak penyelenggara negara — eksekutif, legislatif, yudikatif, serta aparat penegak hukum — diminta menghormati dan menegakkan aturan yang berlaku atas dasar pengakuan hak-hak adat sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Tanah ini berdiri karena adanya masyarakat adat. Maka dari itu, lahan Selambo yang merupakan Akte Konsesi Amplas ini di bawah pengawasan hukum Kesultanan Deli dan Lembaga Orientasi Peradaban Tanah Air Indonesia (OPTIMIS) Sumatera Utara,” demikian isi pernyataan dalam maklumat tersebut.
Maklumat ini ditandatangani oleh sejumlah tokoh adat dan perwakilan lembaga adat, antara lain:
Tengku Daniel Mozard (GMMB),
OK. Hendrik Fadlian Karnain, SH,
OPTIMIS: Dato’ Arif Fadillah,
Dato’ Abdul Hafiz, S.Ag., MA,
Agus MS (Dato’ Setia Bakti).
Mereka menyerukan agar seluruh pihak menghormati eksistensi tanah adat dan tidak melakukan klaim atau penerbitan sertifikat tanpa melalui proses hukum adat dan pengakuan Kesultanan Deli.
Landasan Hukum dan Relevansi UU Agraria
Dalam konteks hukum nasional, maklumat tersebut berkaitan erat dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, khususnya:
Pasal 3 UUPA, yang menyatakan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara serta tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih tinggi.
Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip NKRI.
Dengan terbitnya Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024, pemerintah semakin memperjelas mekanisme pengakuan dan pendaftaran tanah ulayat, termasuk hak pengelolaan dan perlindungan hukum terhadap wilayah adat yang masih eksis.
Potensi Sengketa dan Seruan Penyelesaian Damai
Maklumat tersebut muncul di tengah meningkatnya potensi konflik agraria di Sumatera Utara, terutama antara masyarakat adat, perusahaan, dan pemerintah daerah.
Para tokoh adat berharap pernyataan ini menjadi dasar dialog hukum yang sehat, bukan pemicu konflik baru.
“Kami bukan menentang negara, kami justru ingin agar negara menegakkan keadilan sesuai dengan amanat konstitusi, bahwa masyarakat adat juga memiliki hak yang diakui undang-undang,” ujar salah satu tokoh adat yang hadir di lokasi pemasangan maklumat.
Pemerhati agraria dan hukum adat menilai langkah masyarakat ini merupakan bentuk ekspresi konstitusional untuk mempertahankan hak ulayatnya. Pemerintah daerah diminta menindaklanjuti dengan mediasi dan pendataan resmi sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN No. 18 Tahun 2019 dan Permen 14 Tahun 2024 tentang pengakuan hak ulayat.
Maklumat di Amplas Selambo menjadi pengingat penting bahwa tanah bukan sekadar aset ekonomi, melainkan juga bagian dari identitas dan sejarah masyarakat adat. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak ulayat menjadi fondasi penting dalam mewujudkan keadilan agraria yang berkeadilan dan berkeadaban.
(TIM)